Beranda | Artikel
Wajibnya Mengagungkan Sunnah
Selasa, 31 Oktober 2023

Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin

Wajibnya Mengagungkan Sunnah adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Ta’zhimus Sunnah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Sabtu, 29 Rabi’ul Awal 1445 H / 14 Oktober 2023 M.

Kajian Tentang Wajibnya Mengagungkan Sunnah

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا ‎

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) patut bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab[33]: 36)

Ini dalil pertama yang dibawakan oleh penulis tentang wajibnya mengagungkan sunnah. Inti pendalilan dari dalil tersebut adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan pada ayat ini: “lelaki beriman dan perempuan beriman tidak patut, tidak boleh, tidak seyogianya memiliki pilihan lain selain yang sudah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya.” Apabila sudah ada sunnahnya (ajarannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), maka jangan memilih pilihan lain.

Sisi pendalilan pertama adalah bahwa seorang yang beriman, dan tanda keimanan adalah wajib mengagungkan sunnah, karena ayat ini memberikan pelajaran kepada kita: Apa saja yang sudah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka tidak boleh kita memilih pilihan lain.

Sisi pendalilan kedua adalah siapa yang tidak menetapi yang sudah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, maka dia dinyatakan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan siapa yang bermaksiat kepada Allah, maka dia telah sesat, menyimpang dengan penyimpangan yang jelas/nyata/terang. Itu sisi pendalilan wajibnya berpegang teguh kepada sunnah.

Contoh dalam aqidah, termasuk sunnah (ajaran) Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam perkara aqidah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala beristiwa’ di atas ‘Arsy. Allah berfirman:

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Tha Ha[20]: 5)

Maka tugas kita menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang diriNya. Maka kita menetapkan Allah beristiwa di atas ‘Arsy. Tidak boleh bagi kita memiliki pilihan lain. Siapa yang memiliki pilihan lain, tidak di atas sunnah Nabi dalam aqidah ini, berarti dia telah bermaksiat dan menyimpang di dalam penyimpangan yang jelas dan terang.

Contoh dalam ibadah, sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah beribadah wajib mencontoh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam shalat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Lihat: Rukun-Rukun Shalat Beserta Penjelasannya

Jika shalatnya tidak sesuai dengan petunjuk Rasul, maka akhirnya shalatnya tidak ada nilainya. Maka kita wajib menetapi sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam shalat, dan dalam ibadah apapun. Dan kita wajib menetapi apa yang ditetapkan oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwasanya siapa yang beramal yang tidak ada sunnahnya dalam ibadah, maka ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang beramal yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim)

Lihat juga: Makna dan Konsekuensi Syahadat Anna Muhammadan Rasulullah

Contoh dalam muamalah, misalkan di dalam hubungan antar sesama manusia dalam hutang-piutang. Maka dalam sunnah (ajaran) Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, riba diharamkan. Bahkan pengharaman riba itu 100 hari kira-kira sebelum Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, yaitu ketika beliau berkhutbah pada Haji Wada:

وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُهُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ

”Riba jahiliyyah telah dihapus. Dan riba yang pertama kali aku hapus adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib. Maka riba jahiliyyah dihapus seluruhnya.”  (HR. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).

Maka kita harus terima dan harus tetapkan sunnah (ajaran) tersebut, bahwa dalam hutang-piutang yang ada hanya akad kebaikan dari seorang muslim kepada yang lainnya. Tidak boleh mengambil untung di dalam hutang-piutang. Ini adalah sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka siapa yang berlaku riba, berarti dia sudah bermaksiat dan menyimpang dengan penyimpangan yang nyata.

Nah, inilah dalil yang pertama yang menunjukkan wajibnya mengagungkan sunnah. Kenapa dikatakan wajib? Karena yang tidak mengagungkan dinyatakan bermaksiat dan sesat.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian lengkapnya.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/53521-wajibnya-mengagungkan-sunnah/